Saturday, May 16, 2015

'Kehidupan Sufi " Saidina Abu Bakar as-Siddiq R.A'

'Kehidupan Sufi "
Saidina Abu Bakar as-Siddiq R.A'
“Abu Bakar mengungguli kalian bukan kerana banyaknya solat dan banyaknya puasa, tapi kerana sesuatu yang bersemayam di hatinya.” (HR at-Tirmidzi di an-Nawâdir dan al-Ghazali di Ihyâ’ Ulûmiddîn)Setiap malam Jumaat, selesai solat Isyak, tubuh yang dibalut jubah kasar itu duduk berzikir. Kepalanya menunduk sangat rendah sampai menyentuh lutut. Begitu khusyuk dan khidmat, tidak sedikit pun bergerak untuk mendongak. Menjelang fajar terbit, kepalanya baru diangkat, menghela nafas yang panjang dan tersendat-sendat. Saat itu aroma ruangan itu berubah. Tercium bau hati yang terpanggang. Itulah ibadah khusus Abu Bakar Radhiallâhu’anhu yang diceritakan oleh istri beliau setelah mendapat permintaan dari Umar bin al-Khatthab.
Umar menitikkan air mata, terharu mendengar cerita dari istri pendahulunya itu.“Bagaimana mungkin putra al-Khatthab bisa memiliki hati yang terpanggang,” desahnya.Hati yang terbakar oleh rasa takut melihat kebesaran Allah, terbakar oleh rasa cinta kerana memandang keindahan Allah, juga terbakar oleh harapan yang memuncak akan belas kasih Allah.Abu Bakar ash-Siddiq dinobatkan sebagai orang terbaik dari kalangan umat Rasulullah Muhammad SAW. Rasulullah SAW juga menobatkannya khalîl atau kekasih terdekat bagi baginda.
Faktor utamanya bukan kerana banyaknya amal yang beliau lakukan, tapi kerana ikhlas hatinya. Hatinya sepenuhnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Pada saat Rasulullah SAW mengumumkan agar kaum Muslimin menyumbangkan harta mereka untuk dana perang melawan Romawi di Tabuk, Abu Bakar membawa seluruh hartanya kepada Rasulullah SAW. “Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?” tanya Rasulullah saw kepada Abu Bakar.“Allah dan Rasul-Nya?” jawab Abu Bakar tanpa keraguan sedikitpun. Inilah keikhlasan hati Abu Bakar.“Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati tidak menyisakan apapun melainkan apa yang ia cintai,” Demikian kata2 Imam al-Ghazali tentang kisah beliau ini.
Keikhlasan hati itu membawa Abu Bakar ra menjadi orang yang paling makrifat kepada Allah di antara umat Rasulullah SAW yang lain.Abu Bakar Radhiallâhu’anhu mengorbankan segalanya untuk Allah dan Rasulullah SAW. Hingga, hidupnya begitu miskin setelah mengucapkan ikrar Islam di hadapan Rasulullah. Padahal, sebelumnya Abu Bakar adalah saudagar yang disegani di Quraisy. Abdullah bin Umar bercerita: Suatu ketika Rasulullah SAW duduk. Di samping beliau ada Abu Bakar memakai jubah kasar, di bagian dadanya ditutupi dengan tambalan. Malaikat Jibril turun menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan salam Allah kepada Abu Bakar.“Hai Rasulullah, kenapa aku lihat Abu Bakar memakai jubah kasar dengan tambalan penutup di bahagian dadanya?” tanya Malaikat Jibril.“Ia telah menginfakkan hartanya untukku sebelum Penaklukan Makkah.”
Sabda baginda.“Sampaikan kepadanya salam dari Allah dan sampaikan kepadanya: Tuhanmu bertanya: Apakah engkau rela dengan kefakiranmu ini ataukah tidak rela?”Rasulullah SAW menoleh kepada Abu Bakar. “Hai Abu Bakar, ini Jibril menyampaikan salam dari Allah kepadamu, dan Allah bertanya: Apakah engkau rela dengan kefakiranmu ini ataukah tidak rela?”Abu Bakar menangis: “Apakah aku akan murka kepada (takdir) Tuhanku!? (Tidak!) Aku rida dengan (takdir) Tuhanku, Aku rida akan (takdir) Tuhanku.”Semua miliknya habis untuk Allah dan Rasulullah SAW.
Inilah ketulusan cinta. Cinta yang mengorbankan segalanya untuk Sang Kekasih, tidakk menyisakan apa-apa lagi selain Dia di hatinya.“Orang yang merasakan kemurnian cinta kepada Allah, maka cinta itu akan membuatnya berpaling dari pencarian terhadap dunia dan membuatnya merasa tidak asyik bersama dengan segenap manusia.”Demikian untaian kalimat tentang tasawuf cinta yang pernah terucap dari mulut mulia Sayidina Abu Bakar ash-Siddiq.
Oleh kerana itu, Sayidina Abu Bakar memilih zuhud sebagai jalan hidup utama beliau. Dunia bukanlah tempat yang hendak dinikmati, tapi godaan yang harus dihindari.Faktor utama yang menyebabkan manusia lupa kepada Allah adalah kesukaannya terhadap hal-hal duniawi. Faktor utama yang menyebabkan manusia mendurhakai Allah juga ketaksuban terhadap hal-hal duniawi. Ketaksuban terhadap hal-hal duniawi merupakan sumber dan induk dari segala kesalahan yang dilakukan manusia.. (kata2 ulamak)(Dipetik dari kisah para sahabat)

No comments:

  as salam Mohon , bantuan wakaf dana anda