Tuesday, December 13, 2011

Perjalanan Ruh dan Perkara yang Bermanfaat Bagi Seorang yang Telah Mati

Perjalanan Ruh dan Perkara yang Bermanfaat Bagi Seorang yang Telah Mati

A. PERJALANAN RUH

Pernahkah anda hadir di sisi seseorang yang tengah menghadapi sakaratul maut, hingga jasadnya dingin, terbujur kaku, tak bergerak, karena ruhnya telah berpisah dengan badan? Lalu apa perasaan anda saat itu? Adakah anda mengambil pelajaran darinya? Adakah terpikir bahwa anda juga pasti akan menghadapi saat-saat seperti itu? Kemudian, pernahkah terlintas tanya di benak anda, ke mana ruh itu pergi setelah berpisah dengan jasad?

Hadits yang panjang dari Rasul yang mulia Shallallahu 'alaihi wa sallam di bawah ini memberi ilmu kepada kita tentang hal itu. Simaklah…!

(ruh orang mukmin)

Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu 'anhu berkisah,
“Kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengantar jenazah seorang dari kalangan Anshar. Kami tiba di pemakaman dan ketika itu lahadnya sedang dipersiapkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam duduk. Kami pun ikut duduk di sekitar beliau dalam keadaan terdiam, tak bergerak. Seakan-akan di atas kepala kami ada burung yang kami khawatirkan terbang. Di tangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika itu ada sebuah ranting yang digunakannya untuk mencocok-cocok tanah. Mulailah beliau melihat ke langit dan melihat ke bumi, mengangkat pandangannya dan menundukkannya sebanyak tiga kali. Kemudian bersabda, “Hendaklah kalian meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari adzab kubur,” diucapkannya sebanyak dua atau tiga kali, lalu beliau berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur,” pinta beliau sebanyak tiga kali.

Setelahnya beliau bersabda,
“Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin apabila akan meninggalkan dunia dan menuju ke alam akhirat, turun kepadanya para malaikat dari langit. Wajah-wajah mereka putih laksana mentari. Mereka membawa kain kafan dan wangi-wangian dari surga. Mereka duduk dekat si mukmin sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut 'alaihissalam hingga duduk di sisi kepala si mukmin seraya berkata, “Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan dan keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.”

Ruh yang baik itu pun mengalir keluar sebagaimana mengalirnya tetesan air dari mulut wadah kulit. Malaikat maut mengambilnya. (Dalam satu riwayat disebutkan: Hingga ketika keluar ruhnya dari jasadnya, seluruh malaikat di antara langit dan bumi serta seluruh malaikat yang ada di langit mendoakannya. Lalu dibukakan untuknya pintu-pintu langit. Tidak ada seorang pun malaikat yang menjaga pintu malaikat kecuali mesti berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar ruh si mukmin diangkat melewati mereka). Ketika ruh tersebut telah diambil oleh malaikat maut, tidak dibiarkan sekejap matapun berada di tangannya melainkan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah putih.

Mereka meletakkan/membungkus ruh tersebut di dalam kafan dan wangi-wangian yang mereka bawa. Dan keluarlah dari ruh tersebut wangi yang paling semerbak dari aroma wewangian yang pernah tercium di muka bumi. Kemudian para malaikat membawa ruh tersebut naik. Tidaklah mereka melewati sekelompok malaikat kecuali mesti ditanya, “Siapakah ruh yang baik ini?” Para malaikat yang membawanya menjawab, “Fulan bin Fulan,” disebut namanya yang paling bagus yang dulunya ketika di dunia orang-orang menamakannya dengan nama tersebut. Demikian, hingga rombongan itu sampai ke langit dunia. Mereka pun meminta dibukakan pintu langit untuk membawa ruh tersebut. Lalu dibukakanlah pintu langit. Penghuni setiap langit turut mengantarkan ruh tersebut sampai ke langit berikutnya, hingga mereka sampai ke langit ke tujuh. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Tulislah catatan amal hamba-Ku ini di ‘Illiyin dan kembalikanlah ia ke bumi karena dari tanah mereka Aku ciptakan, ke dalam tanah mereka akan Aku kembalikan, dan dari dalam tanah mereka akan Aku keluarkan pada kali yang lain.”

Si ruh pun dikembalikan ke dalam jasadnya yang dikubur dalam bumi/tanah. Maka sungguh ia mendengar suara sandal orang-orang yang mengantarnya ke kuburnya ketika mereka pergi meninggalkannya. Lalu ia didatangi dua orang malaikat yang sangat keras hardikannya, keduanya menghardiknya, mendudukkannya lalu menanyakan padanya, “Siapakah Rabbmu?”
Ia menjawab, “Rabbku adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Ditanya lagi, “Apa agamamu?”
“Agamaku Islam,” jawabnya.
“Siapakah lelaki yang diutus di tengah kalian?” tanya dua malaikat lagi
“Dia adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,” jawabnya
“Apa amalmu?” pertanyaan berikutnya
“Aku membaca Kitabullah, lalu aku beriman dan membenarkannya,” jawabnya.

Ini adalah fitnah/ujian yang akhir yang diperhadapkan kepada seorang mukmin. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengokohkannya sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

“Allah menguatkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang tsabit/kokoh dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat.” (Ibrahim: 27)

Terdengarlah suara seorang penyeru dari langit yang menyerukan, “Telah benar hamba-Ku. Maka bentangkanlah untuknya permadani dari surga. Pakaikanlah ia pakaian dari surga, dan bukakan untuknya sebuah pintu ke surga!”

Lalu datanglah kepada si mukmin ini wangi dan semerbaknya surga serta dilapangkan baginya kuburnya sejauh mata memandang. Kemudian ia didatangi oleh seseorang yang berwajah bagus, berpakaian bagus dan harum baunya, seraya berkata, “Bergembiralah dengan apa yang menggembirakanmu. Inilah harimu yang pernah dijanjikan kepadamu.”

Si mukmin bertanya dengan heran, “Siapakah engkau? Wajahmu merupakan wajah yang datang dengan kebaikan.”
“Aku adalah amal shalihmu. Demi Allah, aku tidak mengetahui dirimu melainkan seorang yang bersegera menaati Allah Subhanahu wa Ta'ala dan lambat dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala membalasmu dengan kebaikan,” jawab yang ditanya.

Kemudian dibukakan untuknya sebuah pintu surga dan sebuah pintu neraka, lalu dikatakan, “Ini adalah tempatmu seandainya engkau dulunya bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menggantikan bagimu dengan surga ini.” Maka bila si mukmin melihat apa yang ada dalam surga, ia pun berdoa, “Wahai Rabbku, segerakanlah datangnya hari kiamat agar aku dapat kembali kepada keluarga dan hartaku.”
Dikatakan kepadanya, “Tinggallah engkau.”

(ruh orang kafir atau fajir)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan penuturan beliau tentang perjalanan ruh. Beliau bersabda,

“Sesungguhnya seorang hamba yang kafir (dalam satu riwayat: hamba yang fajir) apabila akan meninggalkan dunia dan menuju ke alam akhirat, turun kepadanya dari langit para malaikat yang keras, kaku, dan berwajah hitam. Mereka membawa kain yang kasar dari neraka. Mereka duduk dekat si kafir sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut hingga duduk di sisi kepala si kafir seraya berkata, “Wahai jiwa yang buruk, keluarlah menuju kemurkaan dan kemarahan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.”

Ruh yang buruk itu pun terpisah-pisah/berserakan dalam jasadnya, lalu ditarik oleh malaikat maut sebagaimana dicabutnya besi yang banyak cabangnya dari wol yang basah, hingga tercabik-cabik urat dan sarafnya. Seluruh malaikat di antara langit dan bumi dan seluruh malaikat yang ada di langit melaknatnya. Pintu-pintu langit ditutup. Tidak ada seorang pun malaikat penjaga pintu kecuali berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar ruh si kafir jangan diangkat melewati mereka. Kemudian malaikat maut mengambil ruh yang telah berpisah dengan jasad tersebut, namun tidak dibiarkan sekejap mata pun berada di tangan malaikat maut melainkan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah hitam lalu dibungkus dalam kain yang kasar.

Dan keluarlah dari ruh tersebut bau bangkai yang paling busuk yang pernah didapatkan di muka bumi. Kemudian para malaikat membawa ruh tersebut naik. Tidaklah mereka melewati sekelompok malaikat kecuali mesti ditanya, “Siapakah ruh yang buruk ini?” Para malaikat yang membawanya menjawab, “Fulan bin Fulan,” disebut namanya yang paling jelek yang dulunya ketika di dunia ia dinamakan dengannya. Demikian, hingga rombongan itu sampai ke langit dunia, mereka pun meminta dibukakan pintu langit untuk membawa ruh tersebut, namun tidak dibukakan.”

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian membaca ayat:

“Tidak dibukakan untuk mereka pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk ke dalam surga sampai unta bisa masuk ke lubang jarum.” (Al-A’raf: 40)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, ‘Tulislah catatan amalnya di Sijjin, di bumi yang paling bawah.’ Lalu ruhnya dilemparkan begitu saja.”

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian membaca ayat:

“Dan siapa yang menyekutukan Allah maka seakan-akan ia jatuh tersungkur dari langit lalu ia disambar oleh burung atau diempaskan oleh angin ke tempat yang jauh lagi membinasakan.” (Al-Hajj: 31)

Si ruh pun dikembalikan ke dalam jasadnya yang dikubur dalam bumi/tanah. Lalu ia didatangi dua orang malaikat yang sangat keras hardikannya. Keduanya menghardiknya, mendudukkannya dan menanyakan kepadanya, “Siapakah Rabbmu?”
Ia menjawab, “Hah… hah… Aku tidak tahu.”
Ditanya lagi, “Apa agamamu?”
“Hah… hah… Aku tidak tahu,” jawabnya.
“Siapakah lelaki yang diutus di tengah kalian?” tanya dua malaikat lagi.
Kembali ia menjawab, “Hah… hah… aku tidak tahu.”
Terdengarlah suara seorang penyeru dari langit yang menyerukan, “Telah dusta orang itu. Maka bentangkanlah untuknya hamparan dari neraka dan bukakan untuknya sebuah pintu ke neraka!”

Lalu datanglah kepadanya hawa panasnya neraka dan disempitkan kuburnya hingga bertumpuk-tumpuk/tumpang tindih tulang rusuknya (karena sesaknya kuburnya). Kemudian seorang yang buruk rupa, berpakaian jelek dan berbau busuk mendatanginya seraya berkata, “Bergembiralah dengan apa yang menjelekkanmu. Inilah harimu yang pernah dijanjikan kepadamu.”

Si kafir bertanya dengan heran, “Siapakah engkau? Wajahmu merupakan wajah yang datang dengan kejelekan.”
“Aku adalah amalmu yang jelek. Demi Allah, aku tidak mengetahui dirimu ini melainkan sebagai orang yang lambat untuk menaati Allah Subhanahu wa Ta'ala, namun sangat bersegera dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala membalasmu dengan kejelekan,” jawab yang ditanya.

Kemudian didatangkan kepadanya seorang yang buta, bisu lagi tuli. Di tangannya ada sebuah tongkat dari besi yang bila dipukulkan ke sebuah gunung niscaya gunung itu akan hancur menjadi debu. Lalu orang yang buta, bisu dan tuli itu memukul si kafir dengan satu pukulan hingga ia menjadi debu. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mengembalikan jasadnya sebagaimana semula, lalu ia dipukul lagi dengan pukulan berikutnya. Ia pun menjerit dengan jeritan yang dapat didengar oleh seluruh makhluk, kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan untuknya sebuah pintu neraka dan dibentangkan hamparan neraka, maka ia pun berdoa, “Wahai Rabbku! Janganlah engkau datangkan hari kiamat.” (HR. Ahmad 4/287, 288, 295, 296, Abu Dawud no. 3212, 4753, dll, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud dan Ahkamul Jana`iz hal. 202)

Pembaca yang mulia, berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pasti benar adanya karena:

“Tidaklah beliau berbicara dari hawa nafsunya, hanyalah yang beliau sampaikan adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (An-Najm: 3-4)

Maka setelah membaca pengabaran beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, masihkah tersisa angan yang panjang dalam kehidupan dunia ini? Adakah jiwa masih berani bermaksiat kepada Rabbul ‘Izzah dan enggan untuk taat kepada-Nya? Manakah yang menjadi pilihan saat harus menghadapi kenyataan datangnya maut menjemput: ruh diangkat dengan penuh kemuliaan ke atas langit lalu beroleh kenikmatan kekal, ataukah diempaskan dengan hina-dina lalu beroleh adzab yang pedih?

Bagi hati yang lalai, bangkit dan berbenah dirilah untuk menghadapi “hari esok” yang pasti datangnya. Adapun hati yang ingat, istiqamah-lah sampai akhir…

Sungguh hati seorang mukmin akan dicekam rasa takut disertai harap dengan berita di atas, air mata mengalir tak terasa, tangan pun tengadah memohon kepada Dzat Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, “Ya Allah, berilah kami taufik kepada kebaikan dan istiqamah di atasnya sampai akhir hidup kami. Jangan jadikan kami silau dan tertipu dengan kehidupan dunia yang fana hingga melupakan pertemuan dengan-Mu. Wafatkanlah kami dalam keadaan husnul khatimah. Lindungi kami dari adzab kubur dan dari siksa neraka yang amat pedih. Ya Arhamar Rahimin, berilah nikmat kepada kami dengan surga-Mu yang seluas langit dan bumi. Amin… Ya Rabbal ‘Alamin.”

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.


B. PERKARA YANG BERMANFAAT BAGI SEORANG YANG TELAH MATI

Kematian adalah satu perkara yang pasti akan menjemput manusia. Tak seorang pun dapat mengelak darinya. Walau di mana pun, pasti maut menjemputnya. Ketika tiba saatnya malakul maut menjemput, tak ada seorang pun yang bisa menangguhkannya. Allah berfirman:

“Setiap jiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali ‘Imran: 185)

Allah berfirman:

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatimu kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: ‘Ini adalah dari sisi Allah’, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: ‘Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad).’ Katakanlah: ‘Semuanya (datang) dari sisi Allah.’ Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (An-Nisa’: 78)

Allah berfirman:

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya, itu adalah perkara yang kamu tidak bisa mengelak lari darinya. Dan ditiuplah sangkakala, itulah hari terlaksananya ancaman.” (Qaf: 19-20)

Allah berfirman:

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Munafiqun: 11)

Anjuran Untuk Senantiasa Mengingat Mati

Karena kematian adalah satu perkara yang pasti, maka Rasulullah menganjurkan kita untuk senantiasa mengingatnya. Rasulullah bersabda:

“Perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur kenikmatan dunia.” –Yakni kematian. (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil no. 682)

Al-Imam Ash-Shan’ani berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa tidak sepatutnya seorang lalai dari mengingat sebuah nasihat terbesar, yaitu kematian.” (Subulus Salam hal. 455)

Hikmah dari mengingat mati adalah agar seseorang mempersiapkan dirinya dengan amalan shalih untuk mendapatkan kebahagiaan di kehidupan berikutnya. Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)

Tidak Ada yang Dibawa Kecuali Amalannya

Ingatlah wahai saudaraku, ketika seorang meninggal tidaklah bermanfaat baginya harta, anak-anak, dan keluarganya. Yang bermanfaat baginya hanyalah amalannya. Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda:

“Tiga perkara yang akan mengantarkan mayit: keluarga, harta, dan amalannya. Dua perkara akan kembali dan satu perkara akan tetap tinggal bersamanya. Yang akan kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tetap tinggal bersamanya adalah amalannya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Oleh karena itu, ketika Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabatnya: “Siapa orang yang terbaik?” Beliau bersabda:

“Orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Busr z dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani)

Sehingga Rasulullah mengajarkan agar seorang muslim dalam kehidupan dunia ini hendaknya seperti orang asing atau orang yang numpang lewat. Beliau berkata kepada Ibnu Umar:

“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau yang sedang numpang lewat.”

Ibnu Umar berkata:

“Jika engkau di sore hari janganlah menunggu pagi (untuk beramal shalih). Jika engkau di pagi hari janganlah menunggu sore hari. Manfaatkanlah kesehatanmu untuk masa sakitmu, manfaatkanlah masa hidupmu (dengan beramal shalih) untuk masa matimu.” (HR. Al-Bukhari)

Kematian Menghentikan Amalan Seseorang

Dari Abu Hurairah, Rasulullah menyatakan:

“Jika seorang meninggal, terputus amalannya kecuali tiga: shadaqah yang terus mengalir pahalanya, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Sa’id bin Jubair berkata: “Setiap hari yang dijalani oleh seorang mukmin adalah ghanimah (kesempatan untuk menambah amal shalih).” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 666)

Seorang yang tidak memanfaatkan masa hidupnya dengan amal shalih akan merasakan penyesalan setelah matinya. Allah berfirman:

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Wahai Rabb, kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal shalih terhadap apa yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (Al-Mu’minun: 99-100)

Amalan Orang Hidup Yang Bermanfaat Bagi Si Mayit

Karena kemurahan dan karunia Allah, seorang yang mati masih bisa menikmati manfaat dari sebagian amalan yang pernah diamalkannya. Dia juga bisa mendapatkan manfaat dari sebagian amalan orang-orang yang masih hidup. Di antara perkara yang terus bermanfaat bagi seorang yang telah mati adalah:

1. Shadaqah jariyah, seperti wakaf dan sejenisnya.

Seorang masih terus mendapatkan pahala shadaqah jariyah yang ia lakukan, seperti membangun masjid, pesantren, atau wakaf-wakaf lainnya dalam perkara yang baik. Rasulullah menyatakan:

“Jika seorang meninggal, terputus amalannya kecuali tiga: shadaqah yang terus mengalir pahalanya, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

2. Ilmu yang bermanfaat

Ilmu yang bermanfaat yang ia ajarkan kepada orang lain akan terus mengalirkan pahala baginya walaupun ia telah meninggal, sebagaimana dalam hadits di atas. Selain hadits di atas, Rasulullah juga menjelaskan:

“Barangsiapa yang berdakwah kepada petunjuk (kebaikan) maka dia mendapatkan pahala seperti pahala yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Beliau juga bersabda:

“Barangsiapa yang menuntunkan sunnah yang baik maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang telah melakukannya.” (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah)

3. Shadaqah yang dilakukan anak atas nama orangtuanya

Para ulama menjelaskan bahwa semua amalan baik seorang anak itu bermanfaat bagi orangtuanya. Orang akan mendapatkan pahala seperti yang diperoleh anaknya, karena anak adalah hasil usaha orangtua. Allah berfirman:

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (An-Najm: 39)

Rasulullah bersabda:

“Makanan terbaik bagi seseorang adalah dari hasil usahanya. Dan anaknya adalah juga hasil usahanya.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi, dikuatkan Asy-Syaikh Al-Albani sebagaimana dalam Ahkamul Jana’iz)

Terdapat hadits-hadits lain yang mendukung makna hadits ini, di antaranya:

- Dari Aisyah:

Ada seorang laki-laki berkata: “Ibuku meninggal tiba-tiba (dan tidak sempat berwasiat). Aku mengira jika sempat bicara dia akan bershadaqah. Apakah dia akan mendapatkan pahala jika aku bershadaqah atas namanya?” Rasulullah berkata: “Ya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

- Dari Ibnu Abbas:

Ibu dari Sa’d bin ‘Ubadah –saudara Bani Sa’idah– meninggal ketika Sa’d tidak di rumah. Dia lalu mendatangi Rasulullah berkata: “Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal ketika aku tidak ada. Apakah bermanfaat baginya jika aku bershadaqah atas namanya?” Rasulullah berkata: “Ya.” Sa’d berkata: “Persaksikanlah bahwa kebunku yang pepohonannya sedang berbuah adalah shadaqah atas namanya.” (HR. Muslim)

Al-Imam Asy-Syaukani berkata: “Hadits-hadits dalam bab ini menjelaskan bahwa shadaqah anak itu bermanfaat bagi orangtuanya yang telah meninggal, walaupun tanpa wasiat dari keduanya.” (Lihat Nailul Authar)

4. Doa kaum mukminin

Di antara yang menunjukkan hal ini adalah ayat Allah:

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), berdoa: ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang’.” (Al-Hasyr: 10)

Di antara dalil masalah ini adalah disyariatkannya shalat jenazah dan ziarah kubur. Karena shalat jenazah disyariatkan untuk mendoakan si mayit. Rasulullah berkata:

“Jika kalian menshalatkan mayit, maka ikhlaskanlah doa baginya.” (HR. Abu Dawud dari sahabat Abu Hurairah)

Beliau juga bersabda:

“Tidaklah ada muslim yang meninggal kemudian menshalatkan jenazahnya empat puluh orang yang tidak melakukan syirik, kecuali mereka akan diizinkan memberi syafaat kepadanya.” (HR. Muslim)

Demikian juga, ziarah kubur disyariatkan untuk mendoakan si mayit.

5. Pembayaran utangnya walaupun bukan oleh ahli warisnya

Adapun utang, boleh seorang membayarkan utang orang lain yang telah meninggal walaupun bukan dari kerabatnya sekalipun, dan si mayit terbebas dari beban utang tersebut. (Lihat Ahkamul Jana’iz hal. 212-226)

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Seseorang yang telah mati bisa mendapatkan manfaat dari amalan orang yang hidup dalam perkara-perkara yang ditunjukkan oleh dalil, seperti doa orang hidup untuknya, memintakan ampun untuknya, shadaqah atas namanya, haji dan umrah atas namanya, membayarkan utang-utangnya, dan menunaikan wasiat-wasiatnya. Semua perkara tersebut disyariatkan sebagaimana telah ditunjukkan oleh dalil. Sebagian ulama memasukkan semua bentuk taqarrub (ibadah) yang dilakukan muslim dan diperuntukkan pahalanya bagi muslim lain yang masih hidup atau telah mati, ke dalam perkara ini. Namun pendapat yang shahih (benar) adalah mencukupkan hanya yang ada di dalam dalil. Perkara yang terdapat dalilnya mengkhususkan keumuman firman Allah:

‘Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya’.” (An-Najm: 39) [Lihat Fatawa ‘Aqidah hal. 48-49]

Kesimpulan

Jika telah kita yakini bahwa seorang yang mati hanyalah membawa amalnya, maka hendaknya kita manfaatkan waktu yang tersisa untuk beribadah kepada Allah dan memperbanyak amal shalih. Allah berfirman:

“Dan infaqkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: ‘Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’.” (Al-Munafiqun: 10)

Rasulullah menyatakan:

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara yang lain: (Manfaatkan) masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, masa hidupmu sebelum datang masa matimu.” (HR. Al-Hakim dan lainnya, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani sebagaimana dalam tahqiq Iqtidha’ul ‘Ilmi Al-‘Amal)

Kita juga berusaha mengamalkan amalan yang pahalanya terus mengalir kepada kita sampai kita mati: menuntut ilmu agama untuk kita amalkan dan kita ajarkan, shadaqah jariyah, serta mendidik anak-anak kita agar menjadi anak-anak yang shalih. Mudah-mudahan tulisan ini memberikan dorongan semangat bagi kita semua untuk beramal shalih. Walhamdulillah.

No comments:

  as salam Mohon , bantuan wakaf dana anda